PUNGGUNG IBU PERTIWI
Wajah ibu akhir-akhir ini pucat pasi.
Menahan lara birokrasi dan korporasi.
Lebih banyak berdiam diri
dalam rumah. Menuliskan kesedihan
pada daun kering yang berguguran.
Ibu belum bisa bicara banyak.
Teriak hanya akan membunuh banyak
nyawa. Begitupun diam—
Di luar sana terdengar bunyi
sirene ambulan dan mobil patroli polisi.
Seakan mencari nama dalam kerumunan
Seakan mencari nama dalam kerumunan
kata-kata yang tak beraturan.
Juga perihal lain enggan ditertibkan.
Juga perihal lain enggan ditertibkan.
Ibu tidak punya daya.
Sebuah masalah membuat
tabungannya habis.
tabungannya habis.
Persis seperti pengemis yang menatap
isi dompet dalam-dalam.
Dan yang dilihat hanyalah
kemungkinan-kemungkinan.
isi dompet dalam-dalam.
Dan yang dilihat hanyalah
kemungkinan-kemungkinan.
Ibu lelah, dan entah dengan sengaja
atau tidak, ia fasih melafalkan
kata, “Berdamai” pada perihal
yang tak bisa diraba dan
kasat mata.
atau tidak, ia fasih melafalkan
kata, “Berdamai” pada perihal
yang tak bisa diraba dan
kasat mata.
Punggung ibuku, panggung kematian
sekaligus tempat duduk
sebagian penduduk.
sebagian penduduk.
Komentar
Posting Komentar