TAMU BERNAMA RINDU
Puisi ini ditulis ketika kata-kata
tak lagi mampu diucap
dan hanya mampu dikecup
oleh pemiliknya.
Kekhawatiran pun menjadi kenyataan.
Dua minggu terasa cepat
layaknya tamu yang sekadar
duduk bercakap mengabiskan obrolan
dan suguhan.
Hari-hari lebih suka berlari
meninggalkan kita, manusia yang suka
bersantai di atas daratan empuk
bernama kasur sembari bercerita
dan bercanda ria.
Aku rasa waktu membeku,
menyisakan kita sebagai
album foto yang dipandang
ketika rindu bertamu dan
raga yang ingin bertemu.
Kau sekali lagi berhasil
tinggal di dalam ingatanku
tanpa mengenal sistem
sewa menyewa
ataupun kontrak.
Dan senyummu, cahaya terang
telentang di hadapan kedua mataku.
Bagaimana, kapan,
dan dimana kita akan dipertemukan,
lagi?
Komentar
Posting Komentar